Kelana Cinta
Sahdan, tatkala gerimis membasuh sepi, dari belantara pertanyaan yang rawan dan cemas. Tersebutlah Janna seorang yang dalam kesepian bergumam, "Oh alangkah agungnya cinta".
Lalu apakah itu cinta? Dan siapa pelaku cinta?
Barangkali pertanyaan perihal cinta yang banyak berbelit, rumit, dan memanjang tak pernah selesai di uraikan. Dalam lagu lama Ida laila yang berjudul "Cinta", kita seolah diajak menyelami cinta pada dua kemungkinan realitas, yakni membawa orang pada puncak kebahagiaan ataupun pada luka hati yang memprihatinkan. Cinta selalu dilekatkan pada manusia, yang mempunyai kesadaran akal. Bagaimana manusia mampu memaknai atau mampu mendefinisikan setiap yang dirasakan. Namun cinta nyaris tidak ada bedanya dengan kebencian, bahkan nafsu belaka. Tak sedikit orang berkata cinta itu sakit, perih. Lebih buruknya, cinta menjadi alasan tindakan yang tidak mencerminkan nilai kemanusian. Karna cinta orang harus kehilangan martabat, dan bertindak anarkis yang merugikan orang lain.
Sebegitu nahaskah cinta?
Dalam sabdanya yang masyhur Tuan Rumi pernah ditanya perihal cinta. Wahai Rumi, menurutmu apakah itu cinta? Tuan Rumi menjawab, "Jadilah sepertiku maka kau akan mengalami cinta". Dalam perspektif Tuan Rumi Terdapat kata "mengalami" yang mengandung kata kerja. Maka pengalaman perihal cinta hanya dialami oleh subjektifitas personal. Mengenai bentuk cinta itu sangat beragam dan abstrak. Boleh jadi cinta terhadap tuhan, cinta terhadap pasangan, ataupun cinta terhadap orang tua.
Pada masa pluralitas yunani kuno Empidokles menguraikan dua hal yakni "Cinta dan Benci". Menurut Empidokles 'Cinta' sebentuk kekuatan atau energi yang cenderung bersifat menyatukan. Sedangkan 'Benci' menurut Empidokles mempunyai kekuatan atau energi yang bersifat menghancurkan, memecah belah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan cinta begitu subjektif dan objektif.
Dalam teks suci Allah berfirman:
Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(QS.3: 31)
Dari anekdot diatas, sejatinya; cinta mempunyai maqam yang tinggi. Cinta pada realitas hari ini mengalami pergeseran makna ataupun penyempitan makna. Cinta di tafsir secara serampangan. Mengikuti nafsu belaka. Barangkali wujud cinta adalah; dalam doa terakhirnya Al-Hallaj memintakan ampun kepada tuhan atas orang yang akan menyiksa dan akan menghukumnya mati. Di saat lidah akan dipotong. Al-Hallaj berkata. "Ya tuhan ampuni mereka, sejatinya mereka tidaklah tahu".
Mungkinkah cinta seperti itu?
Banyak sekali wujud cinta, yang pada akhirnya cinta tak pernah menuntut apapun dari yang dicintainya. Cinta itu membebaskan, tidak mengikat. Cinta adalah kerelaan menerima sesuatu yang manis, bahkan yang paling pahit sekalipun.
Dan pada malam yang gamang Janna pun melanjutkan pengembaraan cintanya.
Muncar 2023
0 Komentar